
Presiden Prabowo Subianto secara resmi memerintahkan tiga pejabat tinggi, yaitu Purbaya Yudhi Sadewa, Airlangga Hartarto, dan Danantara, untuk mencari solusi terbaik terkait utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Langkah ini diambil setelah pemerintah menilai beban pembiayaan proyek tersebut masih tinggi dan berpotensi memengaruhi stabilitas fiskal.
Instruksi Langsung dari Presiden
Dalam rapat terbatas di Istana Negara, Presiden Prabowo menegaskan bahwa penyelesaian utang proyek kereta cepat harus menjadi prioritas utama. Ia menilai proyek strategis nasional ini penting untuk konektivitas, tetapi pembiayaannya harus dikelola secara hati-hati.
“Kita harus realistis. Infrastruktur tetap perlu, tapi pembiayaannya jangan memberatkan keuangan negara,” ujar Prabowo dalam pertemuan tersebut.
Presiden meminta Purbaya yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk membantu menilai opsi restrukturisasi utang, sementara Airlangga Hartarto sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian diminta menyiapkan kebijakan fiskal pendukung. Danantara, sebagai perwakilan dari Badan Usaha Milik Negara, akan memimpin pembahasan dengan investor asing.
Masalah Pembiayaan dan Peran Cina
Sejak diluncurkan pada 2015, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dibiayai melalui kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok melalui skema pembiayaan dari China Development Bank. Namun, sejumlah pembengkakan biaya atau cost overrun membuat pemerintah harus menanggung sebagian utang melalui penyertaan modal negara.
Menurut data terakhir, total pembiayaan proyek mencapai lebih dari USD 7,2 miliar, dengan sebagian besar berasal dari pinjaman luar negeri. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan ekonomi karena dapat menekan ruang fiskal dalam jangka panjang.
Rencana Restrukturisasi dan Evaluasi
Purbaya Yudhi Sadewa mengusulkan agar utang proyek tersebut direstrukturisasi melalui kerja sama dengan lembaga keuangan multilateral. Ia menilai langkah ini bisa menekan beban bunga tanpa mengganggu jadwal pembayaran.
“Kami akan evaluasi seluruh komponen biaya dan mencari solusi yang tidak menambah tekanan terhadap APBN,” kata Purbaya dalam keterangan persnya.
Sementara itu, Airlangga Hartarto menambahkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan mekanisme pembiayaan alternatif, termasuk potensi investasi lanjutan dari sektor swasta. Menurutnya, keterlibatan sektor non-pemerintah penting agar risiko proyek tidak sepenuhnya ditanggung oleh negara.
Komitmen Transparansi dan Akuntabilitas
Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan proyek kereta cepat. Prabowo menegaskan bahwa semua laporan keuangan proyek harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan agar tidak terjadi kesalahan serupa seperti proyek infrastruktur sebelumnya.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengelolaan proyek strategis nasional. “Kita tidak boleh hanya fokus pada pembangunan fisik, tapi juga pada keberlanjutan finansialnya,” tegas Prabowo.
Tantangan ke Depan
Walaupun proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung telah beroperasi secara komersial, masalah finansial masih menjadi pekerjaan rumah besar. Pemerintah kini dihadapkan pada dilema antara mempertahankan tarif terjangkau untuk masyarakat dan menutup biaya operasional yang tinggi.
Langkah restrukturisasi yang tengah disiapkan diharapkan bisa menjadi solusi jangka menengah agar proyek ini tidak membebani generasi mendatang. “Kita harus memastikan proyek strategis ini benar-benar memberi manfaat ekonomi jangka panjang,” ujar Airlangga.
Kategori:
Prabowo Subianto |
Kereta Cepat Jakarta–Bandung |
Pemerintah Indonesia |
Airlangga Hartarto |
BUMN



