, , , , , , ,

90 Persen Tanah Negara di Sulawesi Tengah Dijual Para Mafia

by -287 Views

Aset HPL Badan Bank Tanah di Lembah Napu, Poso, Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah — Laporan terbaru memunculkan dugaan maraknya praktik penjualan ilegal atas aset negara di sejumlah wilayah. Karena itu, isu “mafia tanah” kembali menjadi sorotan publik, terutama terkait klaim bahwa sebagian besar lahan negara telah berpindah tangan melalui skema yang tidak sah.

Ringkasan Kasus dan Skala Masalah

Menurut berbagai sumber lapangan yang dihimpun organisasi masyarakat sipil, praktik jual-beli lahan negara diduga berlangsung sistematis. Meski demikian, aparat penegak hukum menegaskan bahwa angka dan sebaran kasus masih perlu diverifikasi secara resmi.

Oleh sebab itu, publik didorong menunggu hasil penyelidikan menyeluruh sembari mendorong transparansi data pertanahan di tingkat provinsi hingga kabupaten.

Kronologi Umum Modus Operandi

Secara garis besar, pola yang sering ditemukan mencakup pemalsuan dokumen dasar, penyalahgunaan kewenangan oknum, serta perantara yang menghubungkan pembeli dengan lahan yang statusnya belum jelas. Selanjutnya, dokumen tersebut diproses menjadi hak atas tanah.

Di sisi lain, warga yang beritikad baik kerap tidak menyadari bahwa objek transaksi termasuk lahan negara atau area berstatus kawasan hutan yang tak boleh diperjualbelikan.

Peta Sengketa dan Titik Rawan

Sejumlah titik rawan biasanya muncul di wilayah dengan batas administratif yang belum sinkron antara peta tata ruang, peta kawasan hutan, dan basis data pertanahan. Akibatnya, celah administrasi ini membuka ruang untuk praktik spekulatif.

Karena itu, sinkronisasi peta dan penertiban arsip menjadi langkah awal yang krusial untuk menutup ruang gerak jaringan ilegal.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Praktik ilegal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara, menurunkan kepastian hukum investasi, serta menghambat perencanaan pembangunan daerah. Selain itu, konflik agraria di tingkat akar rumput kerap meningkat.

Lebih jauh, kelompok rentan—seperti petani kecil dan masyarakat adat—sering menjadi pihak yang paling terdampak karena keterbatasan akses bantuan hukum.

Respons Pemerintah Daerah dan Pusat

Pemerintah daerah menyatakan siap berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk memperketat pengawasan dan mempercepat verifikasi legalitas lahan. Kemudian, tim gabungan lintas instansi diusulkan untuk memperkuat penindakan.

Di tingkat pusat, kebijakan percepatan digitalisasi arsip pertanahan didorong agar basis data lebih andal dan mudah diaudit.

Langkah Penegakan Hukum

Aparat penegak hukum menekankan pentingnya pembuktian dokumen, penelusuran aliran dana, dan audit forensik dokumen pertanahan. Selanjutnya, penyidikan diarahkan untuk mengurai jejaring yang diduga terlibat, bukan hanya pelaku lapangan.

Apabila terbukti, ancaman pidana terkait pemalsuan dokumen, penipuan, tindak korupsi, dan tindak pidana pencucian uang dapat diterapkan sesuai ketentuan.

Perspektif Hukum dan Regulasi

Peralihan hak atas tanah negara tanpa dasar hukum yang sah bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, setiap transaksi wajib merujuk pada status tanah yang valid.

Selain itu, pejabat yang lalai atau menyalahgunakan kewenangan dalam proses administrasi dapat dimintai pertanggungjawaban etik, administrasi, dan pidana.

Perlindungan Masyarakat dan Korban

Pemerintah daerah bersama lembaga bantuan hukum didorong membuka posko aduan untuk menampung laporan warga. Sementara itu, mekanisme mediasi agraria diperlukan agar sengketa tidak berlarut.

Dengan pendampingan yang memadai, korban dapat memperoleh akses pemulihan, baik dalam bentuk bantuan hukum maupun pemetaan partisipatif.

Transparansi Data dan Partisipasi Publik

Publik meminta akses yang lebih mudah terhadap peta tematik, status kawasan, dan daftar aset negara. Kemudian, kanal pelaporan daring perlu disiapkan agar masyarakat dapat mengunggah temuan dokumen yang mencurigakan.

Di sisi lain, audit sosial oleh komunitas lokal dapat membantu mengidentifikasi transaksi yang janggal sebelum berujung pada sertifikasi.

Peran Teknologi dan Digitalisasi

Digitalisasi arsip, tanda tangan elektronik, dan nomor identifikasi bidang tanah menjadi alat untuk menutup ruang manipulasi. Selanjutnya, integrasi sistem antarlembaga mempercepat verifikasi silang.

Dengan sistem yang terhubung, proses due diligence menjadi lebih cepat, akurat, dan bisa diawasi publik.

Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek

Pertama, lakukan moratorium penerbitan hak pada lahan berstatus belum sinkron hingga verifikasi tuntas. Kedua, bentuk satgas lintas instansi dengan mandat jelas dan target waktu tegas.

Ketiga, umumkan daftar area rawan dan nama-nama badan hukum (bukan individu) yang sedang diaudit untuk meningkatkan efek jera.

Rekomendasi Kebijakan Jangka Menengah

Percepat sinkronisasi peta tata ruang, peta kehutanan, dan data pertanahan berbasis satu peta. Lalu, wajibkan audit kepatuhan berkala bagi kantor layanan pertanahan.

Selanjutnya, kembangkan skema whistleblowing dengan perlindungan saksi dan pelapor agar informasi dari lapangan tidak terhambat.

Edukasi Hukum untuk Warga

Pemerintah dan perguruan tinggi dapat menyusun modul singkat mengenai status tanah, prosedur legal, serta tanda-tanda dokumen bermasalah. Kemudian, sosialisasi dapat dilakukan di desa-desa rawan konflik.

Dengan literasi hukum yang lebih baik, warga mampu menolak atau melaporkan transaksi mencurigakan sejak awal.

Etika Jurnalistik dan Verifikasi Fakta

Media diimbau menjaga kehati-hatian dalam menggunakan istilah “mafia tanah” dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Karena itu, setiap klaim persentase atau jumlah bidang sebaiknya disertai sumber dan metode penghitungan.

Di samping itu, ralat atau pembaruan informasi perlu disediakan jika temuan baru muncul dari penyelidikan resmi.

Kolaborasi Multi-Pihak

Penyelesaian masalah pertanahan memerlukan kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, media, dan masyarakat sipil. Selanjutnya, forum koordinasi rutin bisa memastikan tindak lanjut tidak terputus.

Dengan komitmen yang konsisten, ruang penyimpangan dapat dipersempit dan kepastian hukum meningkat.

Harapan Publik

Masyarakat berharap penyelidikan berjalan transparan, adil, dan berorientasi pada pemulihan hak negara serta warga. Selain itu, hasilnya diharapkan menjadi preseden untuk penataan ulang tata kelola pertanahan.

Pada akhirnya, penguatan institusi dan sistem yang akuntabel akan menjadi benteng utama melawan praktik ilegal.

Penutup

Isu dugaan penjualan ilegal tanah negara di Sulawesi Tengah menuntut respons cepat, tegas, dan terukur. Walau angka-angka yang beredar perlu verifikasi, sinyal bahaya sudah jelas terlihat.

Karena itu, investigasi yang kredibel, data yang terbuka, dan partisipasi warga harus berjalan beriringan agar tata kelola lahan kembali ke rel yang benar.

Kategori: Berita Daerah, Hukum & Kebijakan, Agraria & Pertanahan, Sulawesi Tengah

Tag: Sulawesi Tengah, Mafia Tanah, Dugaan Penjualan Lahan Negara, Sengketa Agraria, Tata Ruang, Penegakan Hukum, Transparansi Data, Satu Peta

telkomsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *